RSS

Selasa, 25 September 2012

Tawuran


Hari gini masih jaman ya tawuran? Aduh.. gimana ya gue ngeliatnya. Orang-orang pada pinter, teknologi semakin maju, informasi semakin mudah didapat. Kalaupun di luar sana ada yang ribut, itu terjadi karena memperjuangkan kebutuhan primer (sandang, pangan, dan papan). Eh ini yang ribut pelajar yang sekolah di sekolah unggulan. Segitu susahnya ya ribut pake otak ketimbang otot. Apa sih yang diributin? Apa sih yang diperjuangkan? Seberapa sulit masalahnya sehingga tidak bisa mencapai kata "DAMAI"? Apa ngga ada pihak dari kedua sekolah yang menanggulangi permasalahan ini? Apa pelajaran agama yang diberikan juga sulit sekali diterapkan pada kehidupan pelajar?

Gue masih menganggap bahwa tawuran hanya milik orang-orang yang ngga mampu menggunakan otaknya ataupun orang-orang yang sedang berjuang untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan bertahan hidup. Gue juga salut dengan orang yang ngga punya kesempatan mengenyam pendidikan seperti mereka tapi bisa pakai otaknya untuk berargumentasi dan meluruskan masalah dengan baik tanpa otot.


Ingin rasanya bertanya, hei nak, ngapain bawa bambu itu? Apa kegiatanmu yang positif kurang diperbanyak sehingga masih punya waktu untuk tawuran? Atau kamu dipaksa membawa bambu itu untuk tawuran? Atau kamu terpengaruh? Betapa tegap dan bersemangatnya kamu mau tawuran nak. Ingat orang tuamu, nak. Hiks.. sedihnya hati gue melihat anak-anak ini.






Hal lain yang lebih menyedihkan adalah tawuran yang baru-baru ini terjadi mengakibatkan kematian. Pelajar dari sekolah yang berada di daerah Bulungan - Blok M itu kenapa selalu berantem mulu sih. Berantem turun-temurun macam preman. Gue memang ngga tau penyebabnya apa sehingga gue ngga mengerti kenapa sampai sesulit itu masa remaja mereka. Apa karena ada tekanan supaya harus ikut tawuran? Balas dendam? Ada apa? Kok sampai begini nasib mereka? Apa ngga ada yang kasian dengan nasib mereka? Sekolah yang terletak daerah Blok M dan bulungan itu dari dulu selalu disebut sekolah unggulan. Apa yang diunggulkan? Cap unggulan sudah pasti diberikan dengan tidak memasukkan kategori "keamanan siswa baik secara psikologis dan fisik". 

Wondering kira-kira apa ya penyebab turun-temurunnya tawuran ini. Bayangan gue, mungkin kalau nyawa sudah melayang, lalu ditanamkan perasaan dendam yang harus dibalaskan oleh juniornya, sudah pasti akan mencetak "pembunuh" baru, lalu berhasil melayangkan satu nyawa lagi, lalu balas lagi, dan terus begitu. Oh my God, semoga saja bukan begitu yang terjadi.


Potential Risk
Yah gue sebagai orang tua muda menjadi khawatir mengenai fenomena ini. Gue sih pasti akan mencatat sekolah-sekolah yang pernah dan langganan tawuran. Of course, If I were a parent who live close to that school, I would think for thousand times to put my kids in that school. Risiko potensial yang teridentifikasi adalah nyawa anak melayang atau anak masuk jeruji besi. Padahal anak disekolahkan untuk memiliki masa depan yang cerah bukannya masa depan yang suram.

Mitigate Risk
Mending gue ngga sekolahin anak gue disitu. Sekolah unggulan dan keren (kebutuhan remaja dari dulu sampe sekarang) masih banyak. Gimana caranya membanggakan anak kita yang dapet sekolah unggulan tapi nyawanya melayang?
Alm. Alawi yang menjadi korban tawuran (paling kanan)
Speaking of which, kemana sih orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab? Apa ngga mampu? Somebody who have authority to handle this situation, please help our young generation, they are smart people who will determine this country will be better or even worse. Jangan dibiarkan menjadi sia-sia. Mereka bukan dilahirkan untuk membunuh dan dibunuh juga kan?



Para pelajar sebaiknya tahu masa depannya masih panjang. Apa yang ditabur saat ini, akan dituai nantinya. Apa yang kamu rasakan hari ini adalah akibat investasi yang dilakukan dimasa lalu. Bersemangatlah membangun bukan merusak supaya keadaan negara kita membaik.



Share

0 komentar:

Posting Komentar