RSS

Selasa, 10 Januari 2012

Apa Sih Hak Konsumen Kesehatan?

Gue bukan dokter apalagi spesialis, gue juga bukan orang yang pernah sekolah kesehatan. 
Gue ini cuma pengguna jasa kesehatan khususnya untuk kepentingan anak gue.




Dulu waktu belum married, gue belom melek soal kesehatan. Tapi lagi-lagi kembali ke komitmen seorang ibu yang mau memberikan segala hal yang baik untuk anak-anak gue, tentu gue harus mengedukasi diri dengan banyak membaca dan mencari informasi seupdate dan seakurat mungkin.
 
Michelle menerima imunisasi alias vaksin secara rutin . Setiap imunisasi sebenernya sih bisa aja ke posyandu, tapi berhubung gue ngga bisa mengikuti jadwal posyandu dan udah jatuh cinta dengan potas di RS Harap*an Kit*, jadi kita kesana terus. Gue suka ngebawa anak gue untuk di vaksin disana. Clean, ada ruang menyusui, ada tempat bermain anaknya dan ada DSA yang gue sayang. Hehe..

Jaraknya sih jauh banget dari rumah gue, cuma gue suka dengan treatment disitu bahwa hanya anak yang sehat dibawa kesana. Kalau untuk berobat anak yang sakit, ada lagi tempatnya. Secara, kan Michelle masih bayi, kekuatan badannya pasti ngga sekuat badan gue. Tentu kalau Michelle sakit, ngga akan menularkan penyakitnya ke temen-temennya juga yang lagi antri mau imunisasi kan. Ujung-ujungnya, gue susah berpaling jika sudah jatuh cinta.


Btw, pada saat imunisasi idealnya DSA selalu memberikan stiker dan bungkus vaksinnya.  Kalaupun ngga dikasih, kita bisa minta.
Apa sih gunanya?
Kita ini kan konsumen, tentu kita perlu tahu doooong vaksin yang kita beli itu apa, udah expired apa belum. Bukan berarti berburuk sangka dengan tenaga medis yang membantu tetapi justru itu adalah service yang seharusnya dapat kita peroleh bagi penyedia jasa, yang dalam hal ini adalah penyedia jasa kesehatan.

Nah ketika anak sakit, untuk orangtua yang rajin baca dan cari tahu, dia pasti udah tau kapan harus ke dokter dan kapan cukup observasi di rumah. 
Misalnya kalau anak panas, ngga sekonyong-konyong orang tua panik lalu ngebawa anaknya ke dokter, minta dicek darah, bahkan kalau bisa diinfus sekalian.Jangan yaaaa...
Kasian banget lhoo anaknya..

Kalau memang sudah waktunya membawa anak ke DSA, biasanya kita menerima resep obat-obatan. Resep yang biasanya kita tebus, kebanyakan tidak menyertakan bungkus obat / leaflet. Yang mana sebenernya itu hak kita, karena disitu ada info tentang kadaluarsa, efek samping dan kontraindikasi. 

Kenapa begitu ya? Yah yang paling tau pihak apotik atau penyedia jasa kesehatan yang melakukan hal tersebut. Kemungkinan yang mau disembunyikan dari bungkus obat/vaksin adalah HET (Harga Eceran Tertinggi) yang dicetak di bungkus.
Contohnya, salah satu vaksin baru. Ada pasien bilang beli di distributor harganya 650rb, nah di rumah sakit bisa 850rb - 1,1juta! Jauh banget ya harganya..


Nah gimana dengan puyer ya??
Puyer itu kan campuran berbagai obat yang sudah diresepkan dan sudah berbentuk bubuk. Gimana bisa dapet bungkus / leafletnya? Jangankan bungkus, isi puyernya apa aja sering kita ngga tau. Nah itulah salah satu alasannya kenapa puyer itu ngga recommended.


Hak konsumen mengenai informasi atas tindakan dan pengobatan itu diatur dimana?
Kalau mau cari-cari bisa dilihat di UU Kesehatan nomor 36/2009.


Jadilah konsumen kesehatan yang smart dan kritis ya. Mudah-mudahan tulisan saya bisa membantu..



Share

0 komentar:

Posting Komentar